Monday, April 30, 2007

PERSONA

Apakah yang kita lihat dari setiap manusia? Kekayaannya? Penampilan? Kesuksesan? Istrinya? Apakah semua ini akan membuat kita mengenali siapakah manusia itu sebenarnya. Semua itu merupakan ciri fisik manusia saja. Manusia akan terlihat nyata sebagai manusia bila kita bisa melihat kedalaman dirinya. Kedalaman yang mencerminkan keutuhan dirinya, yaitu personanya.

Maka, jangan heran jika manusia itu dikatakan sebagai rahasia karena persona manusia harus diungkap bak rahasia. Manusia harus mengungkap dirinya sampai titik darah penghabisannya, sampai ia benar-benar menemukan dirinya siapa dan untuk apa/untuk siapa? Manusia selalu mencari dan mencari dalam hidupnya sampai ia mengeri benar-benar dirinya dan kemudian memberikan apa yang ia temukan dengan ungkapan-ungkapan kemanusiaan.

APA DAN SIAPA MANUSIA
Manusia adalah mahluk hidup. Sebuah definisi klasik mengatakan bahwa manusia itu adalah hewan yang berakal budi. Manusia adalah sama dengan hewan, dalam hal fungsi, hanya ditambah dengan budi. Kesamaan dengan hewan tersebut tidak bisa dipandang secara keseluruhan sehingga manusia dengan perbedaannya menjadi unik. Satu contoh adalah seni. Seni merupakan hasil olahan manusia lewat budaya-budaya yang dialami. Mungkin ada beberapa hewan yang memiliki kebiasaan yang menarik namun kebiasaan hewan tersebut tidak bisa diolah menjadi seni. Manusia mampu mengolah budaya dengan budinya sehingga dengan demikian manusia menjadi pribadi yang memang berbeda secara keseluruhan dengan segala hewan di dunia ini. Keunikan manusia ini menunjuk pada kodrat manusia. Maka, manusia sebagai hewan yang berbudi merupakan adanya manusia yang mencerminkan kodrat manusia.

Manusia juga merupakan mahluk yang berada di dunia. Secara sederhana, manusia bisa dianalogikan dengan barang-barang yang juga berada di dunia. Manusia melekat di dunia ini dan bersatu dengan barang-barang lainnya, artinya manusia merupakan jaringan hidup dengan barang-barang tersebut. Satu analogi seperti: manusia dan dunia bagaikan uang di dompet. Konteks dompet selalu erat terkait dengan uang. Uang bagaikan barang yang berada dalam lingkup dompet. Namun, perbedaan manusia dengan uang adalah manusia selalu ada di dunia ini dan dompet seringkali tidak berisi uang. Selain itu manusia juga merupakan roh yang tlah menjelma menjadi daging. Ada kehidupan di dalamnya. Dengan demikian, manusia tidak semata-mata seperti barang atau seperti uang dalam dompet. Kehidupan yang ada menjadikan manusia dibedakan dengan barang. Manusia tidak pernah dikatakan sebagai sebutir manusia.

Selain itu, keunikan lain adalah kesadaran manusia. Kesadaran membuat manusia menjadi semakin sempurna. Dengan kesadaran, manusia mampu memahami apa dirinya dan juga siapa dirinya. Kesadaran membawa manusia pada keadaan sebagai manusia yang memiliki, menguasai, dan memastikan diri sendiri. Dengan kesadaran, manusia bukan saja apa, melainkan juga mengerti kalau dia itu siapa.. Bila manuisa bergerak atau berbuat sesuatu maka ia sendirilah yang menjadi subjek yang bergerak atau berbuat. Dengan demikian kebebasan dan kemudian pilihan yang berdasar kebebasan merupakan ciri manusia sebagai siapa. Manusia dengan demikian menjadi subjek dan bukan lagi menjadi objek atau barang yang ada di dunia. Dengan kebebasan, pemberian dari kesadaran, manusia dapat menentukan setiap pilihan tindakannya yang sama sekali berbeda dengan yang lainnya, bahkan budayanya.

Dengan demikian kita ketahui bahwa manusia itu memang berbeda dengan mahluk hidup lainnya atau setiap barang di dunia ini. Artinya: manusia bukanlah hanya apa, melainkan pula siapa. Manusia bukan hanya barang jasmani, meskipun ia bertumbuh menurut hukum-hukum biologi dan kimia. Jadi, manusia pada hakekatnya bukanlah barang atau benda, bukan apa atau siapa. Lebih tepatnya apa-siapa dan siapa-apa. Manusia berupa apa, agar supaya berupa siapa.

MANUSIA SEBAGAI PERSONA
Manusia sebagai persona adalah manusia yang mengerti akan keutuhan dirinya. Ia menjadi mahluk yang dapat berkata AKU dengan sadar dan insaf. Persona manusia tidak pernah menjadi objek, tidak pernah diperlakukan sebagai alat. Persona manusia adalah subjek yang harus kita ungkap lewat pengalaman dan pengetahuan.

Persona manusia ingin menunjukan kerohanian atau religiusitas manusia. Dalam persona hubungan dengan sesama berbasis cinta kasih. Persona tidak menimbulkan konflik atau tidak memandang yang lain sebagai mahluk jasmani semata. Hubungan yang ada adalah saling memberi dan menerima atau saling menyerahkan diri. Dalam hubungan persona ini tidak akan ada lagi yang dikurangi atau yang hilang, melainkan menjadi penuh atau utuh. Religiusitas manusia yang persona akan memperlihatkan manusia yang terbuka bagi orang lain dan yang mau menyerahkan diri dalam cinta kepada orang lain. Maka, untuk sampai ke diri yang rela dengan penuh hati dan cinta untuk memberikan dan menerima yang lain tersebut dibutuhkan pengalaman penyangkalan diri dan kerendahan hati. Dengan demikian, egoisme manusia persona akan berkurang. Persona mampu memberikan diri sendiri dengan tak habis-habisnya. Pengalaman semacam ini tidak ditemukan oleh mahluk lain.

Dengan demikian, hubungan antar persona merupakan hubungan antar subjek (subjek-subjek). Dalam hubungan ini muncul inter-komunikasi yang mampu masuk ke kedalaman diri manusia. Makin banyak subjek menerima, makin tegak ia berdiri sebagai persona. Bila hal ini berlanjut maka kemurnian persona akan terwujud.

KEMURNIAN PERSONA
Manuisa itu persona sejak lahir. Pemahaman ini sepertinya ingin mengatakan bahwa manusia dari sananya sempurna. Pemahaman ini juga didukung oleh pandangan yang mengatakan bahwa manusia itu berdaulat dan berkuasa, berdiri sendiri, mampu mengalahkan alam sekitarnya sehingga pandangan kesempurnaan sepertinya mutlak. Namun, kita juga tidak boleh melupakan kalau manusia itu ada juga yang persona, namun juga tidak sempurna.

Manusia dapat sampai pada personanya bila manusia mau mengerti dan memahami arti dari pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman akan mendidik manusia untuk bisa sampai pada personanya, yang murni. Persona manusia harus terus diungkap dengan pengetahuan dan pengalaman tersebut. Jadi, manusia harus mengungkap dirinya untuk mencapai kepersonaannya.

Suatu contoh misalkan ada seorang raja yang mangkat. Putra mahkotanya masih muda, belum dewasa. Sekalipun demikian ia dijadikan raja. Jadi, sudah raja betul-betul. Tetapi, raja yang kecil ini masih harus bertumbuh, menjadi dewasa, harus melalui proses yang agak lama sebelum pangkat dan martabatnya sebagai raja dilaksanakan dengan sepenuh-penuhnya.
Demikian juga manusia. Sekalipun manusia itu masih bayi, ia toh sudah merupakan persona. Semenjak adanya di dunia ini ia sudah persona. Tetapi martabat sebagai persona masih harus diperkembangkan hingga menjadi kenyataan yang sepenuh-penuhnya.

Mengungkap persona membutuhkan kedewasaan manusia untuk mampu memilih untuk pikiran dan perbuatannya. Ketika manusia masih bayi, manusia belum dapat menjalankan diri sebagai persona; kepribadiannya masih terpendam. Ia sudah bersifat persona, akan tetapi kepersonaannya belum dapat teraktualisasi. Inilah yang khas dari manusia di mana manusia harus selalu mengungkap dirinya. Buat hewan segalanya sudah tertulis, semua sudah dipastikan oleh dan dalam alam. Sedangkan, manusia harus kreatif mengungkap dirinya. Ketetapan diri manusia itu menjadi ada karena ada kesadaran kebebasan untuk menentukan diri. Manusia menjadi ada karena ia dapat menentukan dirinya sendiri. Ketika ia semakin mengungkapkan diri dan menemukan dirinya, ia menjadi persona.

Namun, manusia juga bisa hanyut pada dirinya dengan menuruti kecenderungan-kecenderungan yang rendah. Jika demikian, manusia menyerahkan kedaulatannya, menghianati tahtanya, dan memperbudak dirinya. Manusia menggunakan kebebasan untuk mengkikat diri atau menggunakan kebebasan untuk kepuasan dirinya semata. Jika manusia menjalankan hidupnya menurut dorongan-dorongan yang luhur sambil mengalahkan dorongan-dorongan yang rendah (ada pengendalian diri), manusia menjadi berdaulat dan berarti tidak dibelenggu oleh faktor-faktor jasmani yang buta.

Proses menuju persona tidak ada habis-habisnya, walaupun akan berakhir. Manusia tiap-tiap detik bebas dan tiap-tiap detik pula ia dapat menginjak-injak kodrat dirinya. Perjuangan menuju persona tidak pernah berakhir, namun dapat sampai ke posisi stabil hingga pendirian tak akan mudah digoyahkan. Pengetahuan dan pengalaman sangat dibutuhkan dalam hal ini. Seorang yang tua bisa saja belum memiliki kestabilan persona dan bisa juga seorang yang muda yang pengalaman hidupnya masih segelintir telah mendapatkan kestabilan dan akan mampu menuju kesempurnaan pribadi.

MANUSIA DAN SESAMA
Setelah memahami bagaimana persona diri manusia, ada baiknya juga memahami bagaimana persona diri dikaitkan dengan sesama (kodrat manusia sebagai mahluk sosial).

Kali ini akan diberitakan tiga model hubungan diri dengan sesama.

1. Ada pendapat J.J. Rousseau yang mengatakan bahwa “manusia dilahirkan merdeka, tetapi dimana-mana ia terbelenggu”. Di bawah pandangan ini paham liberalisme dan individualisme berkembang. Pandangan ini ingin mengatakan bahwa manusia merupakan suatu lingkaran tertutup yang tidak ada hubungannnya dengan alam sekitar dan sesamanya. Dalam lingkaran itu manusia atau kelompok merasa bahagia, karena jauh dari singgungan orang lain. Masyarakat itu hanya suatu kumpulan yang secara kebetulan saja berkumpul pada suatu tempat. Manusia yang satu dengan yang lain sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak terhubung. Manusia sama sekali bebas. Hubungan sosial menjadi formalitas belaka atau secara ekstern saja karena manusia begitu saja dimasukan dalam suatu lingkungan, tanpa ada pilihan terlebih dahulu. Juga, masyarakat menjadi terbina karena satu dengan yang lain berkontak karena kebutuhan atau keadaan mengharuskan mereka bertemu dengan yang lain, cth mencari nafkah, membeli makanan, dll. Jika kebutuhan-kebutuhan manusia sudah terpenuhi maka bisa saja tidak ada kontak lagi dengan sesama. Manusia bebas melakukan hal ini. Makin kurang pertalian dengan sesama, makin baik dan makin bahagia diriku.
2. Pandangan yang kedua adalah pandangan yang menonjolkan masyarakat, hingga kepentingan manusia hilang lenyap. Manusia sebagai persona menjadi hilang, yang ada adalah kepentingan bersama atau masyarakat. Setiap manusia dijadikan sama. Persoalan muncul: dimanakah kebebasan manusia? Siapakah yang menentukan samanya aktivitas manusia?
3. Pandangan yang ketika adalah masyarakat persona. Dalam masyarakat persona, komunikasi sangat diperjuangkan. Tanpa komunikasi, pengetahuan dan pengalaman tidak akan bisa tersampaikan. Manusia yang persona adalah manusia yang terbuka yang mampu berdialog dengan baik. Dengan demikian masyarakat terbina dan komunikasi tidak lagi menjadi keterpaksaan melainkan suatu kebutuhan mendasar. Manusia menyempurnakan diri sebagai persona dengan membuka diri bagi orang lain dalam cinta dan kasih, bukan karena ada kepentingan pribadi dibaliknya. Jadi, persona adalah dasar dan jiwa masyarakat. Struktur dan hukum-hukum yang dibuat oleh manusia tidak boleh memperkosa persona.




windar, sj
Dari berbagai sumber.